A. Dokter
Bentuk
profesionalisme profesi Dokter:
1)
Pola Hubungan Hukum
Antara Dokter Dengan Pasien
Hubungan hukum antara
dokter dengan pasien telah terjadi sejak dahulu, dokter sebagai seorang yang
memberikan pengobatan terhadap orang yang membutuhkannya. Hubungan ini
merupakan hubungan yang sangat pribadi karena didasarkan atas kepercayaan dari
pasien terhadap dokter. Hubungan hukum antara dokter dengan pasien ini berawal
dari pola hubungan vertikal paternalistik seperti antara bapak dengan anak.
Dalam hubungan ini kedudukan dokter dengan pasien tidak sederajat, yaitu
kedudukan dokter lebih tinggi daripada pasien karena dokter dianggap mengetahui
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit dan penyembuhannya.
Sedangkan pasien tidak tahu apa-apa tentang hal itu sehingga pasien menyerahkan
nasibnya sepenuhnya di tangan dokter. Hubungan hukum timbul bila pasien
menghubungi dokter karena ia merasa ada sesuatu yang dirasakannya membahayakan
kesehatannya. Keadaan psikobiologisnya memberikan peringatan bahwa ia merasa
sakit, dan dalam hal ini dokterlah yang dianggapnya mampu menolongnya, dan
memberikan bantuan pertolongan. Sebaliknya, dokter berdasarkan prinsip “father
knows best” dalam hubungan paternatistik ini akan mengupayakan untuk
bertindak sebagai ‘bapak yang baik’, yang secara cermat, hati-hati untuk
menyembuhkan pasien. Dalam mengupayakan kesembuhan pasien ini, dokter dibekali
oleh Lafal Sumpah dan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Pola hubungan vertikal
yang melahirkan sifat paternalistik dokter terhadap pasien ini mengandung baik
dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif pola vertikal yang
melahirkan konsep hubungan paternalistik ini sangat membantu pasien, dalam hal
pasien awam terhadap penyakitnya. Sebaliknya dapat juga timbul dampak negatif,
apabila tindakan dokter yang berupa langkah-langkah dalam mengupayakan
penyembuhan pasien itu merupakan tindakan-tindakan dokter yang membatasi
otonomi pasien, yang dalam sejarah perkembangan budaya dan hak-hak dasar
manusia telah ada sejak lahirnya. Hubungan hukum ini tidak menjanjikan sesuatu
(kesembuhan atau kematian), karena obyek dari hubungan hukum itu berupa upaya
dokter berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalamannya (menangani penyakit)
untuk menyembuhkan pasien.
2)
Saat Terjadinya
Hubungan Hukum Antara Dokter Dengan Pasien
Hubungan hukum kontraktual
yang terjadi antara pasien dan dokter tidak dimulai dari saat pasien memasuki
tempat praktek dokter sebagaimana yang diduga banyak orang, tetapi justru
sejak dokter menyatakan kesediaannya yang dinyatakan secara lisan dengan
menunjukkan sikap atau tindakan yang menyimpulkan kesediaan; seperti misalnya
menerima pendaftaran, memberikan nomor urut, menyediakan serta mencatat rekam
medisnya dan sebagainya. Dengan kata lain hubungan terapeutik juga memerlukan
kesediaan dokter.
3)
Sahnya Transaksi
Terapeutik
Mengenai syarat sahnya
transaksi terapeutik didasarkan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
yang menyatakan bahwa untuk syarat sahnya perjanjian diperlukan 4 (empat)
syarat sebagai berikut:
a.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b.
Kecakapan untuk membuat perikatan
c.
Suatu hal tertentu
d.
Suatu sebab yang sah
4)
Informed consent
Persetujuan tindakan medis
(informed consent) mencakup tentang informasi dan persetujuan, yaitu
persetujuan yang diberikan setelah yang bersangkutan mendapat informasi
terlebih dahulu atau dapat disebut sebagai persetujuan berdasarkan informasi.
Pada hakekatnya, hubungan antar manusia tidak dapat terjadi tanpa
melalui komunikasi, termasuk juga hubungan antara dokter dan pasien dalam
pelayanan medis. Oleh karena hubungan antara dokter dan pasien merupakan
hubungan interpersonal, maka adanya komunikasi atau yang lebih dikenal dengan
istilah wawancara pengobatan itu sangat penting. Bahasa kedokteran banyak
menggunakan istilah asing yang tidak dapat dimengerti oleh orang yang
awam dalam bidang kedokteran. Pemberian informasi dengan menggunakan bahasa
kedokteran, tidak akan membawa hasil apa-apa, malah akan membingungkan pasien.
Oleh karena itu seyogyanya informasi yang diberikan oleh dokter terhadap
pasiennya disampaikan dalam bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh
pasien. Jadi, pada hakekatnya informed consent adalah untuk
melindungi pasien dari segala kemungkinan tindakan medis yang tidak disetujui
atau tidak diijinkan oleh pasien tersebut, sekaligus melindungi dokter (secara
hukum) terhadap kemungkinan akibat yang tak terduga dan bersifat negative
B. Programmer
Bentuk
profesionalisme profesi Programmer:
Dalam
setiap profesi kita butuh memiliki sikap profesionalisme, apaun itu bidangnya
yang sedang anda lakukan. Kita juga perlu mengetahui kode etik professional
yang harus dimiliki oleh seorang IT. Dan berikut adalah ciri-ciri profesionalisme
yang dibutuhkan seorang IT:
1) Memiliki pengetahuan yang tinggi di bidang TI
2) Memiliki ketrampilan yang tinggi di bidang TI
3) Memiliki pengetahuan yang luas tentang manusia dan
masyarakat, budaya, seni, sejarah dan komunikasi
4) Tanggap tehadap masalah client, paham terhadap
isu-isu etis serta tata nilai kilen-nya
5) Mampu melakukan pendekatan multidispliner
6) Mampu bekerja sama (Team Work)
7) Bekerja dibawah disiplin etika
8) Mampu mengambil keputusan didasarkan kepada kode
etik, bila dihadapkan pada situasi dimana pengambilan keputusan berakibat luas
terhadap masyarakat
Kode Etik Programmer
Ada lima aktor yang perlu
diperhatikan:
1)
Publik
2)
Client
3)
Perusahaan
4)
Rekan Kerja
5)
Diri Sendiri
Karyawan IT di client mestinya juga
mengadopsi Kode Etik tersebut, sehingga bisa terjalin hubungan profesional
antara konsultan dengan client. Bertindak fair terhadap kolega juga berlaku
bagi karyawan IT di organisasi client dalam memperlakukan vendornya. Apabila
dua perusahaan telah sepakat untuk bekerja sama membangun suatu software, maka
para profesional IT di kedua perusahaan tersebut harus dapat bekerja sama
dengan fair sebagai sesama profesional IT . Beberapa perlakuan yang tidak fair
terhadap kolega, antara lain:
1)
Dalam ruang
lingkup TI, sebagai seorang profesional kita mempunyai tanggung jawab untuk
menerapkan etika profesi teknologi informasi yang memuat kajian ilmiah mengenai
prinsip atau norma-norma dalam kaitannya dengan hubungan antara professional
atau developer TI dengan klien, antara para professional sendiri, dan antara
organisasi profesi serta organisasi profesi dengan pemerintah. Salah satu
bentuk hubungan seorang professional dengan klien (pengguna jasa) misalnya
dalam pembuatan sebuah program aplikasi.
2) Dalam pembuatan
program, seorang profesional tidak dapat membuat program sesuai kehendaknya,
tapi ada beberapa hal/etika/aturan yang harus diperhatikan dari mulai awal
pembuatan program sampai program tersebut selesai. Dia harus bisa
mempertimbangkan dan memperhatikan untuk apa program tersebut dibuat sesuai
kebutuhan kliennya.
3) Seorang
profesional harus mampu berfikir bagaimana menerapkan dan membuat keamanan
(security) pada sistem kerja program aplikasi yang dibuatnya agar terproteksi
dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang dapat mengacaukan sistem
seperti : hacker, cracker, dan sebagainya.
0 Comments